Jumat, 12 Maret 2010

Pesan-pesan Syeh Abdul Qodir Jailani

A. Agama kamu dapat hancur dan lenyap disebabkan oleh 4 hal :
1. Kamu tidak mau beramal terhadap sesuatu yang telah kamu ketahui.
2. Kamu melakukan sesuatu pekerjaan dengan dasar yang tidak kamu ketahui.
3. Kamu tidak mau belajar terhadap sesuatu yang tidak kamu ketahui, bahkan kamu membiarkan dirimu kekal dalam kebodohan.
4. Kamu menghalangi orang lain untuk belajar sesuatu yang tidak mereka ketahui.

B. Dalam mencari ilmu seharusnya :
1. Diusahakan diperoleh dengan metode burung gagak, yaitu jika mencari mangsa berangkat pagi-pagi benar, demikian pula ketika mencari ilmu.
2. Dengan kesabaran unta. Sabar dalam menanggung beban berat yang dialami ketikamencari ilmu.
3.Dengan kerakusan babi hutan. Kerakusan terhadap ilmu, giat belajar.
4. Dengan kecemburuan anjing, dalam menjaga ilmu.

3. Wahai hamba Allah, janganlah kamu sia-siakan hidup berdasarkan ilmu tanpa menjaganya dengan pengamalan. Karena hal itu tidak bermanfaat bagimu. Untuk apa kamu berilmu kalau tidak kamu amalkan. Berilmu itu wajib bagimu dan mengamalkannya pun wajib, tidak bisa dipisah-pisahkan antara ilmu dan amal, sebab amal itu butuh ilmu dan amal merupakan suatu
kewajiban yang harus kamu lakukan. Ibarat sebuah pohon, ilmu adalah batangnya sedang amal adalah buahnya. Hidup ini harus berilmu, dan dari ilmu itu menghasilkan buah, dan buah itulah yang disebut amalan kita.

4. Ilmu itu dijadikan agar diamalkan, bukan hanya untuk dipelihara saja. Belajarlah dan beramallah lalu kenali orang lain. Kalau kamu berilmu kemudian rela beramal, maka ilmu itu terucap darimu ketika kamu diam. Maka berbicaralah kamu dengan lisan yang dihiasi amal.Jangan sampai kamu berbicara tentang ilmu tetapi tidak kamu sertai dengan amal, bagaikan pohon tidak berbuah.
Seorang ulama berkata : Ilmu siapa tidak bermanfaat, maka tidak bermanfaat pula tuturnya.
Wahai hamba Allah, orang beramal dengan ilmu akan mendapat manfaat dengan ilmu tersebut, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain.

5. Janganlah kamu datang hanya membawa sepucuk ilmu lalu merasa cukup. Sesungguhnya ilmu itu harus disertai amal. Ilmu tanpa amal bagaikan pohon tidak berbuah, dan beramal tanpa ilmu bagaikan membangun rumah diatas pondasi yang rapuh, tak akan dapat tegak.
Janganlah kamu menjadi penjual amal dengan ilmu, karena diantara kamu banyak orang yang pandai berpantun disertai ibarat-ibarat dan kebenaran-kebenaran meliputi balaghahnya namun tidak disertai dengan amalan, bahkan tidak punya rasa ikhlas. Seandainya kamu mau melatih hati, tentu anggota tubuhmu ikut terlatih, karena hati itu pusat organ tubuh yang ada. Ilmu itu seperti kulit dan amal bagaikan kerangka. Kulit itu bisa dipelihara jika kerangkanya terpelihara, jika kulitnya rusak, maka rusak pula kerangkanya. Jika amal tidak ada maka ilmu itu lenyap dengan sendirinya. Mana mungkin ilmumu bermanfaat bagimu kalau tidak kamu
amalkan. Wahai orang berilmu, jika kamu ingin memperoleh kebaikan didunia dan diakherat, amalkanlah ilmumu, ajarilah manusia. Hai orang kaya, jika kamu ingin baik didunia dan di akherat, ringankanlah beban orang-orang fakir.

Jika kiriman dan group ini terasa bermanfaat, silakan sebarkan dan undang orang untuk bergabung kepada orang yang saudara sayangi.. Semoga Allah memberikan keberkahan bagi kita semua

Sabtu, 30 Januari 2010

Etika Ziarah Kubur

eberapa tahun setelah Rasulullah wafat, sahabat Bilal bin Abi Rabah berdakwah di daerah Syam (sekarang Siria, Lebanon, Yordania dan Palestina). Suatu ketika beliau bermimpi melihat Rasulullah, berkata kepadanya: "Sudah lama engkau tidak mengunjungiku wahai Bilal...!, Mengapa engkau mengasingkanku...!!". Saat itu sahabat Bilal terjaga dari tidurnya, beliau langsung menaiki hewan tunggangannya dan bergegas menuju Madinah. Setelah sampai di hadapan makam Rasulullah, ia meneteskan air mata menahan kerinduan kepada Rasulullah, hingga beliau membolak-balikkan wajahnya di atas tanah makam Rasulullah ". (Diriwayatkan oleh as-Samhudi Wafa' al Wafa, juz IV, hlm. 1045 dengan sanad yang Jayyid seperti ditegaskan oleh al Hafizh as-Subki)
Dari sahabat Abdullah ibn Umar bahwa Rasulullah bersabda:

"مَنْ جَاءَنِيْ زائِرًا لاَ يَهُمُّهُ إلاَّ زِيَارَتِيْ كَانَ حَقًّا عَلَيَّ أنْ أكُوْنَ لَهُ شَفِيْعًا" (رَوَاهُ الطَّبَرَانِي)

"Barangsiapa mendatangiku untuk berziarah, tidak ada tujuan lain kecuali ziarah (ke makam) ku maka sungguh menjadi hak bagiku untuk memberikan syafa'at kepadanya" (H.R. ath-Thabarani dan dishahihkan oleh al Hafidz Sa'id ibn as-Sakan dalam as-Sunan as-Shihah; kitab yang beliau karang khusus memuat hadits-hadits yang disepakati kesahihannya, seperti halnya Shahih al Bukhari dan Shahih Muslim, lihat: Ithaf as-Sadah al Muttaqin karya al Hafizh az-Zabidi, juz IV, hlm. 416).
Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda:

"مَنْ زَارَ قَبْرِيْ وَجَبَتْ لَهُ شَفَاعَتِيْ" (رَوَاهُ الدَّارَ قُطْنِيّ)

“Barangsiapa berziarah ke makamku maka pasti akan memperoleh syafa'atku". (H.R. ad-Daraquthni, dan adz-Dzahabi berkomentar: "Hadits ini menjadi kuat dengan adanya jalur sanad yang berbeda-beda", lihat: Manahil ash-Shafa fi Takhrij Ahadits asy-Syifa karya as-Suyuthi, hlm. 308).
Al-Hakim meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:

" لَيَهْبَطَنَّ عِيْسَى بْنُ مَرْيَمَ حَكَمًا عَدْلاً وَإِمَامًا مُقْسِطًا وَلَيَسْلُكَنَّ فَجًّا حَاجًّا أوْ مُعْتَمِرًا أوْ بِنِيَّتِهِمَا وَلَيَأْتِيَنَّ قَبْرِيْ حَتَّى يُسَلِّمَ عَلَيَّ وَلأرُدَنَّ عَلَيْه " رَوَاهُ الحَاكِمُ وَصَحَّحَهُ الذَّهَبِيّ

“Sungguh, Isa ibn Maryam akan turun menjadi penguasa dan Imam yang adil, dia akan menempuh perjalanan untuk pergi haji atau umrah atau dengan niat keduanya dan sungguh, dia akan mendatangi makamku sehingga berucap salam kepadaku dan aku pasti akan menjawabnya" (diriwayatkan oleh al Hakim dalam al Mustadrak dan dishahihkannya serta disetujui oleh adz-Dzahabi).
Selanjutnya adalah al Hafizh adl Dliya' al Maqdisi dalam Fadlail al A'mal, hlm. 108, beliau menuturkan beberapa hadits sebagai dalil penguat hal itu, di antaranya:
"مَنْ حَجَّ فَزَارَ قَبْرِيْ بَعْدَ وَفَاتِي فَكَأنَّمَا زَارَنِي فِي حَيَاتِي"

“Barangsiapa pergi haji kemudian ziarah ke makamku setelah aku wafat maka seakan-akan ia telah mengunjungiku sewaktu aku masih hidup".
Para ulama empat madzhab telah menegaskan bahwa berziarah ke makam Nabi hukumnya adalah sunnah, baik dijadikan sebagai tujuan safar ataupun tidak. Sangat banyak dalil yang mendasari penegasan mereka ini, di antaranya apa yang telah kita sebutkan di atas. Sebaiknya, anda menancapkan niat dari sekarang, bahkan “kumpul-kumpul uang” dari detik ini juga untuk berziarah kepada makhluk Allah yang paling mulia, yang kelak akan memberikan syafa’at bagi kita, manusia tercinta; Nabi Muhammad shallallahu 'alayhi wasallam.
Jangan pernah anda mengatakan bahwa ziarah ke makam Rasulullah sebagai perbuatan sia-sia, apa lagi menganggapnya sebagai pekerjaan bid’ah, atau mengatakan bahwa perjalanan menuju Rasulullah sebagai perjalanan maksiat hingga tidak boleh meng-qasar shalat...! Anda bisa “kualat” dunia akhirat..... A’udzu Billah!!

Syeh Abdul Qodir Jailani

Cerita ini dikutip oleh para ulama kita, di antaranya; Syaikh Abd al-Wahhab asy-Sya'rani dalam ath-Thabaqat al-Kubra, Syaikh Yusuf Isma'il an-Nabhani dalam Jami' Karamat al-Awliya', Ibn al-Imad al-Hanbali dalam Syadzrat adz-Dzahab Fi Akhbari Man Dzahab, dan lainnya. bahwa suatu ketika Wali Allah yang sangat saleh; Syaikh Abd al-Qadir al-Jilani dalam khalwatnya didatangi Iblis yang menyerupai sinar sangat indah. Iblis berkata: "Wahai Abd al-Qadir, Aku adalah Allah, seluruh kewajiban telah aku gugurkan darimu, dan segala yang haram telah aku halalkan bagimu. Maka berbuatlah sesukamu, karena seluruh dosa-dosamu telah aku ampuni....". Saat itu pula Syaikh Abd al-Qadir manjawab: "Khasi'ta ya Iblis... Khasi'ta ya la'in... (Kurang ajar engkau wajai Iblis.. Kurang ajar engkau wahai makhluk terkutuk..). Iblis kemudian mengaku bahwa dia adalah Iblis, ia berkata: "Wahai Abd al-Qadir, engkau telah mengalahkanku dengan ilmumu, padahal dengan cara ini aku telah menyesatkan 70 orang lebih ahli ibadah...".
Dari kisah nyata ini para ulama kita menuliskan catatan penting, sebagai berikut:
1. Syaikh Abd al-Qadir tahu bahwa yang datang tersebut adalah Iblis, karena Iblis menyerupai sinar. padahal Allah bukan sinar. Allah yang menciptakan segala sinar, maka Allah tidak sama dengan ciptaan-Nya tersebut. Adapun nama Allah (dalam al-Asma' al-Husna) "an-Nur", bukan artinya bahwa Allah sebagai cahaya, tetapi artinya "Yang Maha memberi petunjuk", sebagaimana telah dijelaskan oleh sahabat Abdullah ibn Abbas dalam penafsiran beliau terhadap firman Allah: "Allahu Nur as-Samawati...".
2. Bahwa yang datang tersebut Iblis, adalah karena ia berkata bahwa segala kewajiban telah digugurkan, dan segala yang diharamkan telah ia halalkan. jalas, klaim semacam ini bukan dari syari'at Allah dan rasul-Nya, karena seseorang, setinggi apapun derajatnya, tidak akan pernah gugur darinya kewajiban shalat 5 waktu, puasa ramadan, juga tidak akan pernah menjadi halal baginya untuk berzina, mencuri, membunuh, dan perkara haram lainnya. Dengan demikian bila ada yang mengaku dirinya "wali", sementara ia meninggalkan kewajiban2, atau mengerjakan perkara2 haram, maka ia bukan wali Allah , tapi wali Iblis.
3. Bahwa yang datang tersebut Iblis, karena ia berkata-kata dengan huruf, suara, dan bahasa. padahal sifat Kalam Allah bukan huruf, bukan suara dan bukan bahasa, karena bila demikian maka Allah sama dengan makhluk-Nya. adapun kitab al-Qur'an; dalam bentuk tulisan-tulisan Arab, huruf-huruf, dibaca dengan lidah dan suara, ditulis di atas lembaran-lembaran, maka itu adalah UNGKAPAN ('Ibarah) dari Kalam Dzat Allah. (lebih jelas baca tentang "al-Qur'an Kalam Allah").
4. Bahwa yang datang tersebut Iblis, karena Iblis berada di tempat syaikh Abd al-Qadir. padahal Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah, karena Allah bukan benda yang memiliki bentuk dan ukuran. Allah bukan benda yang dapat disentuh tangan (bukan Hajm Katsif; seperti manusia, tanah, tumbuhan, dll), dan Allah bukan benda yang tidak dapat disentuh dengan tangan (bukan Hajm Lathif; seperti cahaya, udara, ruh, dll). Allah yang menciptakan Hajm Katsif dan Hajm lathif, maka Allah bukan sebagai hajm (benda). Dan oleh karena Allah bukan benda maka Dia tidak boleh disifati dengan sifat-sifat benda, seperti bergerak, turun, naik, memiliki tempat, memiliki arah, dan lainnya. karena setiap benda dan sifat-sifatnya adalah makhluk Allah, dan Allah tidak sama dengan makhluk-Nya. oleh karenanya, ulama kita sepakat bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah. Amir al-Mu'minin Ali ibn Abi Thalib -semoga Allah meridlainya- berkata:

"كَانَ اللهُ وَلاَ مَكَانَ وَهُوَ اْلآنَ عَلَى مَا عَلَيْهِ كَانَ"
"Allah ada (pada azal) dan belum ada tempat dan Dia (Allah) sekarang (setelah menciptakan tempat) tetap seperti semula, ada tanpa tempat" (Dituturkan oleh al-Imam Abu Manshur al-Baghdadi dalam kitabnya al-Farq Bayn al-Firaq, h. 333).

Anjuran "Perintah kepada kebaikan & Mencegah kemungkaran"

Bab 22 :
Amar Ma’ruf Dan Nahi Munkar

6. Dari Ummul Mukminin Ummul Hakam Zainab binti Jahsy ra., ia berkata : “Nabi SAW masuk ke rumah dengan perasaan cemas seraya bersabda : “Tidak ada Tuhan selain Allah, hendaknya bangsa Arab harus selalu waspada terhadap bencana yang hampir menimpanya, di mana saat ini telah terbuka tirai Ya’juj dan Ma’juj sebesar ibu jari. Saya bertanya : “Wahai Rasulullah, apakah kami akan binasa sedangkan di tengah-tengah kami banyak orang-orang yang berbuat kebajikan ?” Beliau menjawab : “Ya, apabila kejahatan merajalela.” (HR.Bukhari dan Muslim).

7. Dari Abu Sa’id Al-Khudriy ra., dari Nabi SAW, beliau bersabda : “Jauhilah duduk-duduk di tepi jalan !” Para sahabat bertanya : “Wahai Rasulullah kami tidak bisa meninggalkan tempat-tempat itu, karena di tempat itulah kami membicarakan sesuatu.” Rasulullah SAW bersabda : “Apabila kalian merasa tidak bisa untuk meninggalkan duduk-duduk di sana, maka penuhilah hak jalan itu.” Para sahabat bertanya : “Apakah hak jalan itu, wahai Rasulullah ?” Beliau menjawab : “Memejamkan mata, tidak mengganggu, menjawab salam, amar ma’ruf dan nahi munkar .” (HR.Bukhari dan Muslim).

8. Dari Ibnu Abbas ra., ia berkata : Rasulullah SAW melihat cincin emas yang dipakai oleh seseorang, kemudian beliau melepas dan membuangnya seraya bersabda : “Salah seorang di antara kalian sengaja mengambil bara api dan meletakkan di tangannya !” Setelah Rasulullah SAW pergi, ada seseorang yang berkata kepadanya : “Ambillah cincinmu dan manfaatkan.” Ia menjawab : “Tidak, demi Allah saya tidak akan mengambil cincin itu selamanya, karena Rasulullah SAW telah membuangnya .” (HR. Muslim).

9. Dari Abu Sa’id Al-Hasan Al-Bashriy, ia berkata : ‘Aidz bin ‘Amr ra. datang ke rumah ‘Ubaidillah bin Ziyad kemudian ia berkata : Hai anakku, sesungguhnya saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Sejahat-jahat pemimpin adalah pemimpin yang kejam, maka janganlah kamu termasuk golongan mereka.” Kemudian ‘Ubaidillah berkata kepadanya : “Duduklah, sesungguhnya kamu hanyalah sahabat Muhammad yang terbuang.” Ia pun bertanya : “Apakah ada di antara sahabatsahabat beliau yang terbuang ? Sesungguhnya yang terbuang adalah mereka yang hidup sesudah para sahabat dan orangorang yang bukan sahabat .” (HR.Muslim).

10. Dari Hudzaifah ra., dari Nabi SAW, beliau bersabda : “Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, seharusnyalah kalian menyuruh untuk berbuat baik dan mencegah dari perbuatan yang munkar. Jika tidak, sungguh Allah akan menurunkan siksa kepada kalian, kemudian kamu berdoa kepada-Nya, tetapi ia tidak mengabulkan doamu.” (HR.Tirmidzy)
11. Dari Abu Sa’id Al-Khudriy ra., dari Nabi SAW, beliau bersabda : “Paling utamanya jihad adalah mengatakan keadilan di hadapan penguasa yang menyeleweng.” (HR.Abu Daud dan Tirmidzy).

12. Dari Abu Abdullah Thariq bin Syihab Al-Bajaliy Al- Ahmasiy ra., ia berkata : Sesungguhnya ada seorang lelaki bertanya kepada Nabi SAW padahal ia sudah meletakkan kakinya di atas pelana : ‘Wahai Rasulullah, jihad apa yang paling utama ?” Beliau menjawab : “Mengatakan kebenaran kepada penguasa yang menyeleweng.” (HR.An-Nasa’i).

13. Dari Ibnu Mas’ud ra., ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Penyebab pertama terjadinya kerusakan pada Bani Israel yaitu, apabila seseorang bertemu dengan kawannya berbuat sesuatu yang dilarang Allah, ia berkata : “Hai kawanku, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah apa yang kamu lakukan ini.” Akan tetapi keesokan harinya, ia bertemu kembali, dan kawannya sedang melakukan perbuatan itu lagi, tetapi ia tidak mengingatkan bahkan menemaninya untuk makan, minum, dan duduk-duduk. Jika mereka telah berbuat seperti itu, maka Allah mengunci hati masing-masing dari mereka. Rasulullah pun kemudian membacakan ayat Al-Qur’an yang artinya : “Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain tidak saling melarang tindakan munkar yang selalu mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat. Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka ; dan mereka akan kekal dalam siksaan. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik.” Kemudian beliau bersabda pula : “Janganlah kalian seperti mereka. Demi Allah, kalian harus selalu mengajak untuk berbuat baik dan melarang dari perbuatan munkar, segahlah orang yang berbuat aniaya dan kembalikanlah ia ke jalan yang benar serta batasilah diri dalam mengajak kepada kebenaran! Tidak, Allah pasti akan mengunci hati kalian, kemudian Allah akan mengutuk kalian sebagaimana Bani Israil. “ (HR.Abu Daud dan Tirmidzy).

Hadis di atas adalah hadis menurut lafalnya Abu Daud, adapun menurut lafal yang disampaikan Tirmidzy : Rasulullah SAW menceritakan tentang keadaan Bani Israil, yaitu : “Ketika orangorang Bani Israil tenggelam dalam kemaksiatan, maka ulama-ulama mereka memperingatkannya, namun mereka tidak mau berhenti. Akhirnya para ulama itu ikut serta dalam majelis mereka, makan dan minum yang dilarang Allah. Maka Allah SWT. menutup hati mereka melalui lisan Nabi Daud dan Nabi Isa putera Maryam. Hal itu disebabkan karena mereka durhaka dan senantiasa melampui batas. “ Rasulullah yang tadinya bersandar kemudian duduk seraya bersabda : “Janganlah kalian berbuat demikian, demi Allah yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, kalian luruskan mereka ke jalan yang benar.”

14. Dari Abu Bakar Ash-Shiddiq ra., ia berkata : “Wahai manusia, hendaknya kalian membaca ayat ini: “YAA AYYUHAL LADZIINA AAMANUU ‘ALAIKU, ANFUSAKUM LAA YADHURRUKUM MAN DHALLA IDZAHTADAITUM” (Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu ; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk) . Dan sesungguhnya saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya apabila orang-orang melihat orang yang bertindak aniaya kemudian mereka tidak mencegahnya, maka kemungkinan besar Allah akan meratakan siksaan kepada mereka, disebabkan perbuatan tersebut . “ (HR.Abu Daud, Tirmidzi dan An-Nasa’i).

Nasehat bagi orang yang mau berubah kearah yang lebih baik

RIYADHUS SHALIHIN
(TAMAN ORANG-ORANG SHALIH)

Bab 21 :
Nasihat

Allah Ta’ala berfirman ”Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara” QS Al-Hujurat : 10

Allah Ta’ala berfirman ”Dan aku memberi nasihat kepadamu” QS Al-A’raf : 62

Allah Ta’ala berfirman ”Dan aku hanyalah pemberi nasihat yang terpercaya bagimu” QS Al-A’raf : 68

1. Dari Abu Ruqayyah Tamin bin Aus Ad-Daariy ra., ia berkata : “Nabi SAW bersabda : “Agama itu adalah nasihat. “Kami bertanya: ‘Bagi siapa?: Belaiu bersabda : “Bagi Allah, kitab- Nya, Rasul-Nya, pemimpin-pemimpin umat Islam dan umat Islam pada umumnya.” (HR. Muslim).

2. Dari Jarir bin Abdullah ra., Ia berkata : “Saya berbai’at kepada Rasulullah SAW untuk senantiasa mengerjakan shalat, menunaikan zakat dan memberi nasihat kepada sesama muslim.” (HR Bukhari dan Muslim).

3. Dari Anas ra., dari Nabi SAW, beliau bersabda : “Tidaklah sempurna iman seseorang di antara kalian sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim).

Etika Bertaqlid

Dalam bertaqlid, umat Islam diberi kebebasan untuk memilih madzhab mana saja yang sesuai dengan hati nuraninya. Tapi kebebasan tersebut bukan tanpa kendali. Ada satu syarat, bahwa kebebasan ini jangan sampai terperangkap dalam talfiq. Karena mayoritas ulama tidak membenarkan adanya talfiq ini.

Secara bahasa, talfiq berarti melipat. Sedangkan yang dimaksud talfiq secara syar’i adalah mencampuradukkan pendapat seorang ulama dengan pendapat ulama yang lain, sehingga tidak seorang pun dari mereka membenarkan perbuatan yang dilakukan tersebut. Muhammad Amin al-Kurdi mengatakan “(Syarat kelima dari taqlid) adalah tidak talfiq, yaitu tidak mencampur antara dua pendapat dalam satu qadhiyah (masalah) baik sejak awal, pertengahan dan seterusnya, yanag nantinya, dari dua pendapat itu akan menimbulkan satu amaliyyah yang tidak pernah dikatakan orang yang berpendapat.” (Tanwir al-Qulub 397)
Jelasnya, talfiq adalah melakukan suatu perbuatan atas dasar hukum yang merupakan gabungan dua madzhab atau lebih. Contohnya sebagai berikut:

a. Seseorang berwudhu menurut madzhab Imam syafi’i dengan mengusap sebagian (kurang dari seperempat) kepala. Kemudian dia menyentuh kulit wanita ajnabiyyah (bukan mahramnya), dan langsung shalat dengan mengikuti madzhab Imam Hanafi yang mengatakan bahwa menyentuh wanita ajnabiyyah tidak membatalkan wudhu. Perbuatan ini disebut talfiq, karena menggabungkan pendapatnya Imam Syafi’i dan Imam Hanafi dalam masalah wudhu. Yang pada akhirnya, kedua imam tersebut sama-sama tidak mengakui bahwa gabungan itu merupakan pendapatnya. Imam Syafi’i membatalkan wudhu seseorang yang menyentuh kulit lain jenis. Sementara Imam Abu Hanifah tidak mengesahkan wudhu seseorang yang hanya mengusap sebagian kepala.

b. Seseorang berwudhu dengan mengusap sebagian kepala, atau tidak menggosok anggota wudhu karena mengikut madzhab Imam Syafi’i. Lalu ia menyentuh anjing, karena ikut madzhab Imam Malik yang mengatakan bahwa anjing adalah suci. Ketika dia shalat, maka kedua imam tersebut tentu sama-sama akan membatalkannya. Sebab, menurut Imam Malik wudhu itu harus dengan mengusap seluruh kepala dan juga dengan mengosok anggota wudhu. Wudhu ala Imam Syafi’i, menurut Imam Malik adalah tidak sah. Demikian juga, anjing menurut Imam Syafi’i termasuk najis mughallazhah (najis yang berat). Maka ketika menyentuh anjing lalu shalat, shalatnya tidak sah. Sebab kedua imam itu tidak menganggap sah shalat yang dilakukan itu

Talfiq semacam ini dilarang dalam agama. Sebagaimana yang disebut dalam kitab I’anah al-Thalibin “Talfiq dalam satu masalah itu dilarang, seperti ikut pada Imam Malik dalam sucinya anjing dan ikut kepada Imam Syafi’I dalam bolehnya mengusap kepala untuk mengerjakan satu shalat.” (I’anah al-Thalibin, Juz I, hal 17)

Sedangkan tujuan pelarangan adalah agar tidak terjadi tatabbu al-rukhash (mencari yang gampang-gampang), tidak memanjakan umat Islam untuk mengambil yang ringan-ringan. Sehingga tidak akan timbul tala’ub (main-main) dalam hukum agama.

Untuk menghindari adanya talfiq yang dilarang ini, maka diperlukan adanya suatu penetapan hukum dengan memilih salah satu madzhab dari madzahibul arba’ah yang relevan dengan kondisi Indonesia. Misalnya, dalam persoalan shalat (mulai dari syarat, rukun dan batalnya) ikut madzhab Syafi’i. untuk masalah sosial kemasyarakatan mengikuti madzhab Hanafi. Sebab, diakui atau tidak bahwa kondisi Indonesia mempunyai ciri khas tersendiri. Tuntutan kemaslahatan yang ada berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain. Dengan begitu. Insya Allah hukum akan ditaati oleh pemeluknya. Tidak hanya tertera di atas tulisan semata.

semoga dg ini kita bisa bermadzhab dg benar..Aamiin Allaahumma Aamiin
 RIYADHUS SHALIHIN
(TAMAN ORANG-ORANG SHALIH)

Bab 23 :
Beratnya Siksaan Bagi Orang Yang Tidak Konsekuen
Allah Ta’ala berfirman ”Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir” QS Al-Baqarah : 44.
Allah Ta’ala berfirman ”Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan” QS Ass-Shaff : 2 – 3.

Allah Ta’ala berfirman ”Dan Aku tidak berkehendak mengerjakan apa yang Aku larang kamu daripadanya” QS Huud : 88.

1. Dari Abu Zaid Usamah bin Zaid bin Haritsah ra., ia berkata : “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Setelah hari kiamat, ada seseorang yang didatangkan dan dilemparkan ke dalam neraka, kemudian dikeluarkan ususnya, lalu berputar-putar di dalamnya bagaikan berputarnya keledai yang sedang menggiling.1 Melihat yang demikian, berkerumunlah ahli neraka seraya berkata : “Hai Fulan, mengapa kamu seperti itu? Bukankah engkau yang menyuruh untuk berbuat baik dan melarang dari perbuatan munkar ?” Ia menjawab : “Benar, akulah yang menganjurkan kebaikan, tetapi aku tidak mengerjakannya dan aku melarang dari perbuatan munkar, tetapi aku melakukannya.” (HR.Bukhari dan Muslim).
1 Bagaikan keledai yang dipergunakan membuat gula di penggilingan.